Pisces's BLog: Antar Aku dan Guruku

18 Oktober 2009

Antar Aku dan Guruku

Bel tanda istirahat udah usai, menjerit. Anak-anak berhamburan masuk ke kelas masing-masing. Kecuali aku yang emang ngga’ keluar kelas waktu istirahat tadi. Kini di kelasku lagi ramai membicarakan guru baru yang akan menggantikan pak Slamet, guru Sejarah.

“Yang menggantikan pak Slamet katanya cewek lho, baru lulus kuliah cantik pula” salah satu komentar anak laki-laki yang seperti ayam mendapatkan jagung, makanan kesukaannya.

“Kita lihat ja ntar, ya lumayanlah akhirnya kita bisa dapat bu guru soalnya bosan di ajarin ma bapak guru terus” temannya seolah tak sabaran juga menanti guru baru itu.

Tak berapa lama sesosok perempuan tinggi semampai, dengan senyum ramahnya masuk ke ruangan kelasku.

“Assalamu’alaikum! anak-anak maaf ya kalu kedatangan ibu sedikit terlambat” itulah kata yang terucap pertama masuk ke kelasku.

“Wa’alaikum salam”! jawabku dan teman-teman yang lain serentak.

“Suit-suit” sebagian ada yang bersiul untuk menggoda perempuan muda itu. Benar kata teman-teman dia tampak masih muda, maklum usianya mungkin ngga’ lebih dari 5 tahun di atasku. Ehm, lumayan cantik juga.

“Baiklah langsung kita mulai belajarnya!” masih dengan senyum yang sekarang keliatan menggoda aku dan anak-anak cowok lainnya.

“Kemarin pak slamet ngajarnya sampai bab apa?” tanyanya pada salah satu murid yang duduk paling depan.

‘Bu, jangan ngajar dulu! Kan belum perkenalan” celetuk salah satu temanku yang duduk paling pojok di bangku belakang.

“OK!. Perkenalan dulu, nama ibu Nadia Dwi Indahsari. Kalian panggil aja Bu Nadia.”

“Ooo, Bu Nadia” serentak anak-anak manggil ibu itu.

***

Sudah sebulan guru baru itu mengajar di sekolahku. Suatu hari aku mendengar kabar kalau ibu guru itu sakit. Anak-anak satu kelasku langsung punya inesiatif untuk menjenguknya. Maklumlah dia kan udah jadi guru favorit sekarang. Tanpa ragu aku pun ikut bersama mereka ke rumah Bu Nadia dengan membawa buah-buahan yang katanya baik di konsumsi untuk orang sakit dengan menggunakan uang hasil urunan teman-teman sekelas.

Nyampeknya di rumah ibu itu, kami langsung di sambut hangat oleh perempuan separuh baya yang tak lain adalah ibu dari Bu Nadia. Dengan senyum yang tak lepas dari bibirnya dia mengantarkan kami ke ruang tamu dalam rumahnya. Tak berapa lama Bu Nadia keluar dengan memaikai jaket dan masih nampak pucat namun dia tetap menemui kami dengan senyum khasnya. Terlihat kegembiraannya melihat murid-muridnya ada yang mengunjunginya.

“Gimana kabarnya, bu?” pertanyaan yang aku sendiri ngga’ nyangka bisa aku ucapkan.

“Alhamdulilah sekarng udah mendingan cuma butuh istirahat ja. Mungkin lusa ibu akan masuk sekolah lagi” jawabnya sambil menatap ke arahku.

Entah, dia masih nampak cantik meskipun tanpa polesan lipstick merah jambu yang biasanya menghiasi tiap harinya. Ah, bisa aja aku ini menilai ibu itu. Persaan berkecamuk, menuntun hati dalam keresahan.

***

“Kami pamit pulang dulu bu, semoga ibu cepat sembuh’ aku mewakili teman-teman mengucapkan kata-kata yang biasa di ucapkan kala mengunjungi orang sakit.

Entah, hari ini aku selalu ingin menjadi orang yang paling ingin memberikan perhatian sama ibu Nadia. Dia mengantar kami sampai di depan rumahnya. Waktu melewati ruang tamu ada sesuatu yang sedari tadi tidak aku sadari keberadaannya. Boneka itu seperti tak asing menurutku, dia terlihat duduk manis di atas kursi yang letaknya tak jauh dari tempat duduk kami tadi. Mungkin ini cuma kebetulan. Sudahlah, tidak penting buatku untuk tau tentang boneka itu.

“Ternyata ibu ini suka sama boneka juga” gumamku sambil menyembunyikan senyum yang hampir saja anak lain mengiranya aku sedikit aneh waktu itu.

***

Semakin hari aku semakin dekat saja dengan Bu Nadia. Maklum aku menjadi orang kepercayaannya, dimana tiap pengumpulan tugas pasti aku yang bertanggung jawab untuk kemudian aku letakkan di meja kerjanya. Selain itu aku jadi tambah giat mempelajari sejarah. Pelajaran yang menurutku sama sekali tidak menarik dulu, tapi sekarang jam pelajaran sejarah akan menjadi jam mata pelajaran yang akan selalu aku harapkan ada bahkan kalu perlu tiap hari. Ah, ibu itu sudah menumbuhkan semangat belajarku.

Sekarang pikiranku pun tak lepas dari ibu cantik itu, jika aku boleh memilih aku ingin dilahirkan sama dengan ibu itu agar terbebaslah perbedaan usia yang mungkin akan menjadi halangan utama atas perasaanku sekarang. Meski tak mungkin menurutku Bu Nadia mau memikirkanku yang masih anak ingusan ini, dia pasti lebih memilih cowok yang sepadan dengan dia yang sama-sama bisa berfikir dewasa. Tapi, siapa cowok yang beruntung itu. Sempat aku ingin menyakan hal itu langsung ke orangnya, tapi aku pasti seperti orang tolol di depannya. Ia akan tertawa jika aku mengutarakan perasaanku.

Ehm, ibu andai engkau tau aku mengagumi lebih dari perasaan murid pada gurunya tapi aku mengangumimu layaknya seorang lelaki yang mendambakan seorang perempuan cantik serti ibu.

***

Pulang sekolah biasanya aku langsung pulang ke rumah tapi entahlah hari ini aku pengen mampir ke toko buku yang jaraknya tak jauh dari sekolahku. Dipikir-pikir aku sudah lama ngga’ ke sana. Akhirnya dengan baju seragam yang masih melengkat di badanku aku pergi ke toko itu untuk mencari koleksi buku-buku terbaru terutama tentang biografi para orang-orang sukses.

“Ngga’ pulang dre,?” suara lembut perempuan mengagetkanku. Itu tak lain adalah Ibu cantik itu.

“Eh, ibu ke sini juga. Ini bu, lagi nyari buku ja.” Dengan wajah yang masih terasa kagetnya. Tida aku sangka sebelumnya ternyata ibu ini sering berlangganan juga di toko buku ini.

“Nyari buku apa bu?” pertanyaanku hanya untuk basa-basi membuang suasana hening sedari tadi.

“Saya lagi nyari buku biografi” buku yang tak lain adalah buku yang sedang aku cari juga.

“Ibu juga suka membaca tentang biografi? Kebetulan bu, sekarang saya juga lagi nyari buku itu” aku bicara seakan kegirangan karena tak pernah di duga ibu ini memiliki sedikit kesamaan denganku.

“ Sebenarnya ibu nyari buku tersebut buat kado untuk seseorang” jawaban yang sudah meruntuhkan kebahagian yang baru saja aku rasakan. Pastinya buku itu untuk orang yang special. Tanpa berfikir untuk menanyakan lebih banyak lagi tentang sapa sosok itu aku langsung berpamitan dan menghilang dari hadapannya.

***

“Nak, itu ada ibu guru di luar.!” Ibu ku menyambangiku ke kamar memberi tahu kalau ada tamu yang tak lain adalah guru di sekolahku. Tanpa tau sapa guru itu, aku langsung beranjak menemui tamu tersebut. Di ruang tengah aku sudah terlihat perempuan cantik yang lagi duduk di depan rumah. Itu adalah Bu Nadia.

Ada keperluan apa ibu datang kerumahku?”

“Dari mana dia tau alamat rumahku?” pertanyaan itu seakan sesak mengisi otakku. Dan belum sempat aku mencari tau atas pertanyaan yang membingungkan itu terdengar orang manggil salam dari arah halaman depan rumahku.

“Sudah lama nunggu, sayang?, maaf sudah membuatmu menunggu” suara itu terdengar di depan rumah yang tak lain adalah kakakku yang baru pulang dari malang kota dimana dia melanjutkan kuliah S2. Pelukan hangat yang sarat akan kerinduaan pun menjadi pemandangan yang begitu menyayat hati.

0 komentar:

Don't click here!